BAB
XVII
AIR
MATA BIDADARI
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
.
“Tapi mas, masalahnya
Chresna kan juga belum kenal betul dengan kak Reynand.” Ucapku.
“Makanya, itulah
tujuannya ta’arufan.” Ucap mas Rafael.
“Atau karena dia. Kamu
masih suka sama dia? Dia sudah pergi berlayar dan tidak jelas.” Ucap mas Rafael
lagi.
“Bukan itu mas . . . .”
Ucapku terpotong.
Semua berjalan begitu cepat hingga aku tidak sadar jika sedang
berta’aruf dengan kak Reynand. Padahal sama sekali tidak ada feeling ke dia.
Entah kenapa aku begitu pasrah dengan ta’arufan ini apalagi tiap mendapat
perlakuan yang tidak menyenangkan dari Oma. Namun, suhu badanku yang meninggi
mengalihkan perhatianku. Kurasakan badanku panas dan kepalaku sakit. Sudah tiga
hari ini tekananku turun dan belum juga naik. Tak mungkin aku bercerita ke Oma.
Sedang aku sakit sampai teriak-teriak histeris saja, Oma tidak juga membawaku
ke dokter. Apalagi hanya sakit panas dan sakit di kepala. Mungkin dengan
menerima lamaran kak Reynand, aku sudah tidak lagi merasakan sakit dan siksaan
secara batin karena tidak tinggal serumah lagi dengan Oma.
Masih teringat jelas dalam ingatanku saat Oma memukulku di
bagian kedua pahaku hingga ke betis dengan sebuah penggaris hingga patah. Saat
itu aku hanya bisa menangis, meronta meminta ampun dan menahan sakit saat
dipukul. Rasa sakit dan perih akibat pukulan itu terasa selama kurang lebih dua
hari dan selama itu aku hanya mengobatinya dengan menggosokkan minyak tawon
saja. Namun, tidak lantas membuatku benci pada Oma walau aku masih saja
mengingatnya. Ya Allah, mungkin kah ini sudah menjadi takdirku? Kapankah aku
bisa berada di zona kenyamanan? Agar aku bisa merasakan kebahagiaan
sesungguhnya.
Inilah yang selalu membuatku sakit. Jika sudah seperti ini, susu
hangat rasa cokelat dan buavita jambu menjadi minuman wajibku setiap hari agar
tekanan darahku tidak turun lagi dan kondisi jiwaku terjaga. Cokelat pun juga
tak jarang menjadi camilanku agar aku tidak stress karena sepengetahuanku
dengan memakan cokelat bisa menenangkan dan merilekskan pikiran serta
jiwa.
Ya Allah, karuniakan kepadaku kesabaran yang tiada pernah pudar,
ketabahan serta keteguhan iman agar aku bisa menghadapi dan melalui setiap
cobaan yang Engkau berikan untukku.
“Hai orang-orang
beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya, Allah
SWT beserta orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 153).
“Chres, kamu terima
begitu saja ta’arufan ini?” Tanya Ivi padaku.
“Aku sungguh sudah tidak
tahan dengan keadaan ini, Vi. Kamu tahu Oma ku kan?” Tanyaku sedih.
“Kalau kamu memang
mencintainya, ya gak apa-apa. Baguslah.” Ucap Ivi.
“Mencintainya?” Tanyaku.
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Selengkapnya . . . at my second novel “Air Mata Bidadari.” Be
Patient to Wait the Publishing!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar