Senin, 21 September 2015

BAB XVII AIR MATA BIDADARI



BAB XVII
AIR MATA BIDADARI

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… .
“Tapi mas, masalahnya Chresna kan juga belum kenal betul dengan kak Reynand.” Ucapku.
“Makanya, itulah tujuannya ta’arufan.” Ucap mas Rafael.
“Atau karena dia. Kamu masih suka sama dia? Dia sudah pergi berlayar dan tidak jelas.” Ucap mas Rafael lagi.
“Bukan itu mas . . . .” Ucapku terpotong.
Semua berjalan begitu cepat hingga aku tidak sadar jika sedang berta’aruf dengan kak Reynand. Padahal sama sekali tidak ada feeling ke dia. Entah kenapa aku begitu pasrah dengan ta’arufan ini apalagi tiap mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Oma. Namun, suhu badanku yang meninggi mengalihkan perhatianku. Kurasakan badanku panas dan kepalaku sakit. Sudah tiga hari ini tekananku turun dan belum juga naik. Tak mungkin aku bercerita ke Oma. Sedang aku sakit sampai teriak-teriak histeris saja, Oma tidak juga membawaku ke dokter. Apalagi hanya sakit panas dan sakit di kepala. Mungkin dengan menerima lamaran kak Reynand, aku sudah tidak lagi merasakan sakit dan siksaan secara batin karena tidak tinggal serumah lagi dengan Oma.
Masih teringat jelas dalam ingatanku saat Oma memukulku di bagian kedua pahaku hingga ke betis dengan sebuah penggaris hingga patah. Saat itu aku hanya bisa menangis, meronta meminta ampun dan menahan sakit saat dipukul. Rasa sakit dan perih akibat pukulan itu terasa selama kurang lebih dua hari dan selama itu aku hanya mengobatinya dengan menggosokkan minyak tawon saja. Namun, tidak lantas membuatku benci pada Oma walau aku masih saja mengingatnya. Ya Allah, mungkin kah ini sudah menjadi takdirku? Kapankah aku bisa berada di zona kenyamanan? Agar aku bisa merasakan kebahagiaan sesungguhnya.
Inilah yang selalu membuatku sakit. Jika sudah seperti ini, susu hangat rasa cokelat dan buavita jambu menjadi minuman wajibku setiap hari agar tekanan darahku tidak turun lagi dan kondisi jiwaku terjaga. Cokelat pun juga tak jarang menjadi camilanku agar aku tidak stress karena sepengetahuanku dengan memakan cokelat bisa menenangkan dan merilekskan pikiran serta jiwa. 
Ya Allah, karuniakan kepadaku kesabaran yang tiada pernah pudar, ketabahan serta keteguhan iman agar aku bisa menghadapi dan melalui setiap cobaan yang Engkau berikan untukku.
“Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya, Allah SWT beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
 “Chres, kamu terima begitu saja ta’arufan ini?” Tanya Ivi padaku.
“Aku sungguh sudah tidak tahan dengan keadaan ini, Vi. Kamu tahu Oma ku kan?” Tanyaku sedih.
“Kalau kamu memang mencintainya, ya gak apa-apa. Baguslah.” Ucap Ivi.
“Mencintainya?” Tanyaku.
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Selengkapnya . . . at my second novel “Air Mata Bidadari.” Be Patient to Wait the Publishing!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar