BAB XIV
AT SILOAM AGAIN . . .
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
.
Seperti saat menjenguknya
dulu, kamarnya pun berada di lantai paling terakhir, lantai ke delapan. Saat
berada di depan pintu kamarnya, hatiku deg-degan. Jantungku berdebar sangat
kencang, dan bila dibandingkan dengan kelajuan motor yang dikendarai Rossi,
nggak ada apa-apanya. Akhirnya, perlahan ku mengetuk pintu kamarnya dan
membukanya. Kulihat mas Herrr… sedang duduk di tempat tidurnya dengan hanya
mengenakan singlet berwarna hitam. Otomatis, sangat jelas kulihat bentuk
bodynya yang kekar dengan otot-ototnya yang menonjol di tambah dengan warna
kulitnya yang hitam pekat. Hitam gosong, sangat eksotik sekali dan kebapaan.
Astaghfirullah… segera ku beristighfar. Akh… aku mikir apa sich? Ya Allah,
jagalah selalu hati dan perasaanku. Namun, aku sudah tenang melihat kondisinya
yang sudah agak membaik. Syukurlah, ia tidak kurusan. Andai saja tidak banyak
orang, aku pasti sudah memberi tahu mas agar mengenakan baju, selain karena
sakit, aku tidak biasa melihat seorang laki-laki yang berpakaian setengah
telanjang.
“Dari mana dek?” Tanya
mas.
……………………………………………………………….
Selengkapnya . . . at my second novel “Air Mata Bidadari.” Be
Patient to Wait the Publishing!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar