BAB XI
MY FIRST MEETING AT
SILOAM
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Akhirnya, aku sampai juga
di lantai delapan. Ada banyak kamar dan lorong-lorongnya. Segera aku dan Arti
menanyakan pada petugas jaga. Saat berdiri di depan pintu kamar bernomor 9804.
Hatiku masih deg-degan. Kumembaca basmalah saat ingin mengetuk pintunya.
“Assalamualaikum.” Ucapku
sembari mengetuk dan membuka pintu kamar rumah sakit.
Masya Allah… aku begitu
takjub dan terkesima melihat pemandangan yang sangat khusyuknya. Aku melihat
mas Herrr… sedang sholat berdiri sementara ia masih di infus. Masya Allah. Dan
kebapaan sekali. Tiba-tiba teguran dari dalam mengagetkanku.
“Silahkan masuk.” Ucap
seorang ibu-ibu padaku sambil mempersilahkan aku masuk.
Aku dan Arti pun langsung
masuk dan aku berdiri tepat dibelakang mas yang sedang sholat. Kuperhatikan
sosoknya yang sedang sholat dengan seksama walau dari arah belakang. Ni mas dewasa
sekali, kebapaan sekali, bapak-bapak, dan pantatnya . . ., pantatnya . . ., pantatnya
endut-endut ucapku dalam hati sambil melirik kearah ketiga temannya yang
laki-laki yang dua di antaranya melihat ke arahku heran dan bingung, mungkin
karena belum pernah melihatku sebelumnya. Sedang yang satunya lagi adalah si
Fair. Aku nggak nyangka kalau ia akan sebesar itu. Badannya besar dan gendut.
Jika aku berdiri didekatnya, sudah pasti aku akan tenggelam.
Sepanjang menunggu mas
selesai sholat, aku berbisik-bisik dengan Arti menggunakan bahasa Inggris dan
masih dalam keadaan berdiri. Usai sholat, mas berbalik ke arahku dan salaman
dengannya. Lalu, ia menuju ke tempat tidurnya dan aku pun duduk.
“Dari mana dek?” Tanya
mas memulai percakapan.
“Dari masjid dan usai
sholat, langsung kesini.” Jawabku sambil tersenyum.
Selengkapnya . . . at my second novel “Air Mata Bidadari.” Be
Patient to Wait the Publishing!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar